Saturday, November 13, 2010

The Involuntary Conversation with Miguel


 By Her Basuki Margono







Memotret dengan Kamera Saku

Mungkin karena harga yang lebih terjangkau serta pengoperasian yang mudah, kamera saku seringkali dipandang sebelah mata. Akan tetapi, bukan berarti kamera jenis ini tidak mampu meciptakan foto yang impresif.


Mau bukti? Sejarah mencatat bahwa pada tahun 1954, Virginia Schau di California-AS berhasil meraih Pulitzer atas foto yang dihasilkannya dari Kodak Brownie, kamera saku yang populer pada masa itu.
Tentu masih banyak foto ciamik yang dihasilkan dari kamera saku, menunjukkan bahwa tidak melulu kamera yang lebih mahal atau dari kelas yang lebih tinggi berarti lebih sanggup memberikan hasil yang lebih baik. Disebut baik jika foto tersbebut mampu menunjukkan momen, komposisi, dan pencahayaan yang apik.

Saat ini kamera saku digital terbagi ke dalam tiga kelas. Pertama, kamera saku yang semua tidak dapat diubah-ubah setelannya, produsen kamera jenis ini telah mendesain sedemikian rupa agar kamera dapat menyesuaikan berbagai kondisi cahaya dan berbagai jarak pemotretan.

Kecepatan dan rana yang dimiliki kamera tersebut tidaklah terlampau besar sehingga hasil pemotretan pun tidak terlampau baik. Disebut tidak terlampau baik misalnya, buram yang umumnya muncul karena getaran saat kamera ditekan. Untuk menghindari hal ini sang pemotret harus yakin ia sama sekali tidak bergerak atau bergetar sampai suara “klik” berakhir.

Jenis kedua adalah kamera saku auto focus. Memotret menggunakan kamera ini pun tidak menjamin foto akan baik. Gambar yang buram misalnya bisa terjadi karena pemotret terburu-buru menekan tombol sehingga kamera sudah terlanjut merekam gambar sebelum ia menyesuaikan diri.
Kesalahan lain yang umum terjadi adalah salah fokus. Misalnya bila ada dua orang di depan dan kebetulan titik fokus jatuh di antara obyek yang akan dipotret—mungkin gunung atau garis horison yang jauh—maka otomatis kamera akan menyesuaikan penajaman pada obyek tersebut.
Untuk menghindari hal ini, pastikan titik fokus jatuh pada obyek yang akan diabadikan. Beruntung, saat ini beberapa kamera saku sudah dilengkapi dengan fasilitas atau fitur yang lebih memudahkan pengguna. 

Kamera saku jenis ketiga adalah yang selain memiliki kemampuan auto focus, kamera ini juga dapat diubah panjang focal-nya sehingga ia bisa menjadi tele lens atau wide angle lens.
Sebagai catatan bagi yang belum dan ingin membeli kamera saku, sebaiknya pilih kamera memiliki jendela bidik (view finder) agar ketika memotret dalam kondisi cahaya terang dan LCD tidak terlihat, pengguna dapat menggunakan jendela bidik tersebut.


                                                      Contoh foto dengan kamera saku


Photo by Anton Ireng

 
Mulai memotret
Berikut beberapa hal yang patut diperhatikan untuk mengoptimalkan kamera saku.

Pertama, menyetel ISO. Menaikkan angka ISO/ASA sangat membantu untuk mendapatkan foto yang terang meski berada dalam kondisi pencahayaan rendah. Akan tetapi, semakin tinggi angka ISO/ASA berisiko semakin tinggi pula grain dan noise.


Kedua, manfaatkan scene mode. Fitur ini dapat digunakan sesuai dengan kondisi pemotretan. Misalkan scene mode sunset untuk memotret senja, daylight untuk memotret di siang hari, atau fluorescent ketika memotret di ruangan yang menggunakan lampu neon. Dengan cara ini foto yang dihasilkan akan tampak lebih mendekati kondisi asli atau mampu menampilkan warna-warna yang lebih dramatis.

Ketiga, manfaatkan fitur makro. Bagi yang ingin mengambil obyek secara detil, pengguna bisa mendapatkan fokus walau jarak lensa dan obyek hanya beberapa centimeter.

Keempat, terus memotret. Pertimbangkan komposisi dan pencahayaan, kalau memungkinkan ambil foto yang banyak dari berbagai sudut dan gaya, serta cari momen yang unik :)

Friday, November 5, 2010

Cermat dalam memilih tripod

By Anton Ireng

Bagi mereka yang bergelut di dunia fotografi, kehadiran tripod tentu menjadi perangkat yang sangat membantu saat hendak mengabadikan momen—terutama dalam kondisi cahaya atau kecepatan rendah. Selain itu, dengan bantuan alat ini komposisi foto yang dihasilkan nanti pun akan lebih akurat.

Saat hendak memilih, memperhatikan kebutuhan tripod menjadi hal utama yang dapat dilakukan. Bagi mereka yang gemar mengambil foto landscape, maka tripod yang kokoh menjadi satu hal yang harus dipenuhi mengingat perangkat tersebut harus mampu menahan terpaan angin atau arus sungai.

Sumber gambar : Google

Demikian pula pada bagian kaki tripod, hendaknya memilih yang mudah dibuka sehingga mampu menahan kondisi tanah, batu atau pasir yang labil. Kemudahan kaki tripod untuk dibuka menjadi pertimbangan lain yang harus diperhatikan.

Kemudian, bagi yang gemar melakukan hiking, dianjurkan untuk memilih tripod yang terbuat dari bahan yang tahan benturan tapi ringan agar tubuh tidak cepat mengalami kelelahan. Di pasaran dapat ditemui beragam tripod yang terbuat dari bahan yang bermacam-macam, mulai dari alumunium sampai serat karbon.

Untuk mereka yang gemar mengambil foto interior, foto produk, atau model, dibutuhkan tripod yang lebih kokoh karena barang tersebut seringkali harus menahan kamera jenis medium format yang notabene lebih berat dibandingkan kamera jenis SLR (single lens reflex).

Untuk tinggi rendahnya tripod—bagi fotografer landscape maupun interior—semua bergantung pada selera masing-masing. Namun pada foto interior, tripod yang dapat disetel rendah (hingga kira-kira 10 cm) tampaknya tidak dibutuhkan, berbeda dengan foto landscape yang kerap mengabadikan foto binatang atau benda-benda kecil di alam.

Sumber gambar : Google

Setelah menentukan tripod jenis mana yang akan dipilih, pertimbangan berikut yang juga harus dipikirkan adalah budget dan kemudahan saat mengoperasikan tuas-tuas pada tripod. Namun, jika memang hendak menggeluti dunia ini dengan serius, tak ada salahnya untuk membeli tripod dengan kualitas yang baik, meski dengan harga yang lebih mahal.